Skip to main content

Jepang Seharusnya Menentang Pelanggaran HAM Hong Kong

Penolakan Visa Bermotif Politik Menunjukkan Semakin Berkembangnya Pelanggaran

Sejumlah pengunjuk rasa prodemokrasi turun ke berbagai ruas jalan di Shinjuku, Jepang untuk menandai ulang tahun kedua gerakan RUU anti-ekstradisi di Hong Kong, 12 Juni 2021. © 2021 Viola Kam/SOPA Images/Sipa USA via AP Images

Pekan lalu, otoritas Hong Kong menolak masuk jurnalis Jepang Yoshiaki Ogawa. Dalam beberapa bulan terakhir, mereka juga melarang fotografer Jepang Michiko Kiseki dan musisi jalanan Jepang “Mr. Wally.”

Meskipun Departemen Imigrasi Hong Kong tidak memberikan alasan yang jelas atas penolakan ini, keputusan tersebut tampaknya bermotif politik: Ogawa dan Kiseki mendokumentasikan gerakan protes tahun 2019 di Hong Kong, sementara Mr. Wally terkenal karena dukungannya terhadap beberapa aktivis demokrasi Hong Kong.

Tindakan ini mencerminkan penggunaan larangan imigrasi yang semakin meningkat melawan para warga negara asing, termasuk warga negara Jepang, yang mengkritisi pemerintah Hong Kong dan Tiongkok. Tindakan ini juga menyoroti pemerintah Hong Kong yang dengan cepat menghapus kebebasan yang sebelumnya pernah ada di kota ini.

Sejak pemerintah Tiongkok memberlakukan Undang-Undang Keamanan Nasional yang kejam pada Juni 2020, pihak berwenang telah mengubah Dewan Legislatif kota yang semi-demokratis menjadi stempel karet; menangkap dan mengadili para pemimpin pro-demokrasi di kota itu; membubarkan organisasi masyarakat sipil, serikat pekerja independen, dan surat kabar pro-demokrasi paling populer; mencekik kebebasan pers; menyensor film; dan mewajibkan “pendidikan patriotik”. Polisi telah menangkap 260 orang karena pelanggaran keamanan nasional. Puluhan orang dituntut dan dihukum dengan tuduhan hasutan karena unggahan daring, menampilkan plakat di depan umum, atau menerbitkan buku anak-anak.

Penindasan yang menjadi-jadi oleh otoritas Hong Kong tidak berhenti di perbatasan. Pada bulan Maret, seorang perempuan Hong Kong yang sedang menempuh studi di sebuah universitas di Jepang ditangkap saat kembali ke Hong Kong, dan secara resmi didakwa melakukan penghasutan pada bulan Juni atas unggahan media sosial yang diterbitkannya saat berada di Jepang.

Dengan menggunakan ancaman penolakan masuk bagi para pengunjung dan mengkriminalisasi kebebasan berbicara di luar negeri, otoritas Hong Kong berupaya untuk mengintimidasi suara-suara kritis – termasuk yang ada di luar negeri – agar bungkam.

Mengingat banyaknya hubungan bisnis dan pribadi antara Jepang dan Hong Kong, dan bahwa banyak warga negara dan penduduk Jepang melewati atau tinggal di Hong Kong, pemerintah Jepang seharusnya menentang pelanggaran HAM yang semakin menjadi-jadi di Hong Kong. Pemerintah Jepang seharusnya angkat bicara soal kasus-kasus ini, mengecam penerapan ekstrateritorial undang-undang Hong Kong yang kejam di Jepang, dan memberlakukan rezim sanksi hak asasi manusia Magnitsky versi Jepang untuk mengincar para pelanggar hak asasi manusia.

Your tax deductible gift can help stop human rights violations and save lives around the world.

Region / Country
Tags