Skip to main content

Indonesia: Kemunduran Hak Asasi

Undang-Undang Kejam Diajukan, Minoritas terus Menghadapi Ancaman

 

Mahasiswa melakukan aksi teatrikal di hadapan petugas kepolisian saat demonstrasi menentang Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) di Jakarta, Indonesia, 24 September 2019.  © 2019 Willy Kurniawan/Reuters.

(Jakarta) – Indonesia menghadapi ancaman hak asasi yang serius dari sejumlah Rancangan Undang-Undang yang membatasi kebebasan dasar dan memburuknya perlindungan bagi kelompok-kelompok marjinal, kata Human Rights Watch hari ini dalam Laporan Dunia 2020.

Bulan April, Presiden Joko Widodo kembali memenangkan pemilihan presiden yang memberi perhatian amat sedikit pada isu hak asasi manusia. Pada bulan Oktober, ia menunjuk lawannya, Prabowo Subianto Djokohadikusumo, sebagai menteri pertahanan, sekalipun Prabowo memiliki andil dalam pembantaian Timor Timur dan beberapa pelanggaran berat lainnya selama bertahun-tahun.

“Indonesia pernah menjadi berita baik dari Asia Tenggara, tetapi pada akhir tahun situasi hak asasi manusia memburuk,” kata Brad Adams, direktur Asia di Human Rights Watch. “Beberapa Undang-Undang bermasalah hampir diloloskan, Undang-Undang lama yang buruk ditegakkan, dan kalangan minoritas tidak mendapatkan perlindungan hukum yang mereka butuhkan.”

Dalam 652 halaman Laporan Dunia 2020, edisi ke-30, Human Rights Watch mengulas praktik-praktik HAM di hampir 100 negara. Dalam esai pengantar, Direktur Eksekutif Kenneth Roth mengatakan bahwa pemerintah Tiongkok, yang mengandalkan penindasan agar bisa tetap berkuasa, telah melakukan serangan paling intens terhadap sistem HAM global dalam beberapa dekade. Kenneth menemukan bahwa tindakan Beijing mendorong dan meraih dukungan dari populis otokratis di seluruh dunia, sementara pihak berwenang Tiongkok menggunakan kekuatan ekonomi mereka untuk mencegah kritik dari pemerintah negara-negara lain. Perlawanan terhadap sistem ini sangat diperlukan, yang mengancam kemajuan HAM dan masa depan kita selama beberapa dekade.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hampir mengeluarkan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (UU KUHP) baru yang berisi ketentuan yang akan melanggar kebebasan berbicara dan berserikat, serta hak-hak perempuan, minoritas agama, dan orang-orang lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Pada bulan September, DPR mengesahkan undang-undang yang melemahkan Komisi Anti Korupsi (KPK) Indonesia, membuat lembaga itu lebih sulit untuk mengurangi korupsi politik.

Dalam pidato kenegaraannya, Presiden Jokowi menegaskan kembali dukungannya terhadap ideologi negara, Pancasila –kompromi yang dibuat selama deklarasi kemerdekaan Indonesia pada 1945 untuk menghindari gagasan mendirikan negara Islam– dengan  mengatakan: "Kita akan tidak berkompromi dengan anggota aparatur negara yang menolak Pancasila."

Meskipun dimaksudkan untuk mencegah diskriminasi terhadap minoritas non-Muslim di Indonesia, Pancasila tidak mencegah pemerintah untuk menegakkan hukum dan peraturan yang selama ini mendiskriminasi non-Muslim. Di antaranya adalah  Penetapan Presiden No. 1 Tahun 1965 (biasa disebut PNPS 1965 tentang Penodaan Agama), yang hampir selalu digunakan terhadap minoritas agama, dan peraturan bersama dua Menteri tentang "kerukunan beragama" tahun 2006, yang memberikan hak veto dalam urusan keagamaan bagi agama mayoritas di daerah tersebut.

Pada 2019, pengadilan Indonesia menjatuhkan hukuman penjara pada setidaknya tiga perempuan non-Muslim karena penodaan ​​agama. Pemerintah Jokowi mengusulkan untuk memperluas pasal penodaan ​​agama dari satu menjadi enam pasal dalam rancangan KUHP.  Sejumlah pemerintah daerah tidak berbuat banyak untuk menghentikan militan Islam yang mengganggu minoritas non-Muslim, non-Sunni. Orang-orang LGBT juga menghadapi peningkatan kekerasan, intimidasi, dan penggerebekan polisi yang kejam.

Pada bulan Agustus, ejekan rasis terhadap mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur memicu demonstrasi yang lebih besar di provinsi Papua dan Papua Barat. Setidaknya 53 orang, baik orang Papua maupun pendatang dari bagian lain Indonesia, terbunuh dalam bentrokan berikutnya. Pemerintah Indonesia mematikan internet di daerah-daerah tersebut. Polisi menangkap ratusan orang Papua dan mendakwa setidaknya 42 orang melakukan makar, dengan hukuman penjara hingga 20 tahun.

Kekerasan di Papua dan amendemen KUHP yang terburu-buru dibahas memicu protes nasional terbesar dalam dua dekade ini, mendorong Jokowi untuk menunda pemungutan suara di DPR RI atas rancangan KUHP dan tiga RUU lainnya hingga 2020.

Pemerintah gagal menetapkan tanggal bagi Komisaris Tinggi PBB untuk HAM agar bisa mengunjungi Papua dan Papua Barat, sekali pun pada tahun 2018 pernah ada undangan dari Jokowi untuk pejabat tinggi PBB itu.

"Terpilihnya kembali Presiden Jokowi dapat menghadirkan peluang baru untuk melindungi HAM dan kebebasan semua orang Indonesia," kata Adams. “Kemunduran ini harus dihentikan, jika tidak, Indonesia mungkin akan menghadapi krisis sosial dan politik yang jauh lebih besar.”

 

 

Your tax deductible gift can help stop human rights violations and save lives around the world.

Region / Country