Skip to main content

Pasal Penodaan Agama Kembali Menelan Korban

Seorang Mantan Menteri Menghadapi Ancaman Hukuman Penjara atas Dugaan Penodaan Agama Buddha

Pintu masuk ke Candi Borobudur, yang dibangun pada abad ke-9 di Jawa Tengah.  © 2022 Andreas Harsono/Human Rights Watch

Pasal penodaan agama yang berbahaya di Indonesia kembali menelan korban, kali ini seorang mantan menteri dianggap menghina umat Buddha akibat unggahan kontennya di media sosial.

Kasus terkini berawal pada Juni lalu setelah pemerintah Indonesia mengumumkan akan secara signifikan menaikkan harga tiket candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah. Bangunan umat Buddha itu adalah salah satu objek wisata utama di Indonesia, yang mendatangkan lebih dari empat juta pengunjung pada tahun 2019. Para pegiat konservasi dan pejabat pemerintah semakin khawatir pada pada peningkatan jumlah pengunjung, dan memandang tindakan menaikkan harga tiket ini sebagai cara untuk membatasi tingkat kunjungan.

Pada 10 Juni, Roy Suryo, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, memuat cuitan di Twitter tentang gambar stupa Borobudur yang telah diedit menyerupai wajah Presiden Joko Widodo. Ia menerima banyak protes, termasuk dari sejumlah organisasi umat Buddha, dan segera menghapus cuitannya. Roy Suryo lantas meminta maaf dan menjelaskan bahwa ia bukanlah orang yang membuat gambar tersebut.

Kevin Wu, Ketua Umum DPP Dharmapala Nusantara - Forum Aktivis Buddhis Bersatu (FABB), sebuah organisasi umat Buddha di Jakarta, melaporkan Roy Suryo ke Badan Reserse Kriminal Polri -yang kemudian melimpahkan kasus ini ke Polda Metro Jaya- karena melakukan penodaan agama Buddha. Polda Metro Jaya memeriksa Roy Suryo sebanyak tiga kali dan kemudian menjeratnya dengan pasal penodaan agama dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Ia ditahan pada 5 Agustus. Jika terbukti bersalah, Roy Suryo menghadapi ancaman hukuman penjara hingga 11 tahun.

Pasal penodaan agama ini menghukum penyimpangan dari prinsip-prinsip utama dalam enam agama yang diakui secara resmi di Indonesia – Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu – hingga lima tahun penjara. Undang-Undang ini hanya digunakan dalam delapan kasus di empat dekade pertama setelah ditandatangani oleh Presiden Soekarno pada tahun 1965. Namun hukuman terhadap kasus penodaan agama kian melonjak selama sepuluh tahun kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, atasan Roy Suryo, berkuasa sejak 2004 hingga 2014. Pemerintahan Presiden Joko Widodo sedang menyusun Rancangan KUHP yang baru, dengan rencana untuk mempertahankan pasal penodaan agama, walaupun dengan ketentuan yang mengusik terkait perluasan pasal mengenai kepercayaan dan agama. 

Ironisnya, Roy Suryo juga pernah menggunakan pasal penodaan ​​agama untuk menjerat lawan politiknya. Pada Februari 2022, ia melaporkan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas ke Polda Metro Jaya dengan tuduhan penodaan agama, mempermasalahkan ucapan Yaqut yang membandingkan suara azan masjid dengan gonggongan anjing sebagai penghinaan terhadap agama Islam.

Penangkapan terhadap Roy Suryo ini kembali menunjukkan bahwa pasal penodaan agama destruktif adanya dan rawan disalahgunakan karena memungkinkan “perlindungan” agama dijadikan sebagai senjata alat politik. Pemerintah Joko Widodo seharusnya belajar dari kasus-kasus buruk ini dan mencabut sejumlah ketentuan dalam pasal penodaan agama.

Your tax deductible gift can help stop human rights violations and save lives around the world.

Region / Country