Skip to main content

Imajinasi Diperlukan untuk Mengakhiri Kesepian Para Lansia

Published in: Daily Maverick
Florence Limekaya (79 tahun) di rumah satu kamarnya di Hostel Helen Joseph khusus perempuan di Alexandra, Johannesburg. Dia telah tinggal di hostel era apartheid ini sejak tahun 1980.  © 2023 Taurai Maduna/Human Rights Watch

"Kalangan lanjut usia benar-benar dibiarkan sendirian."

Kesedihan dalam suara Nosiphiwo Tetana terdengar jelas ketika dia berbicara tentang lansia yang terisolasi di rumah tanpa perawatan dan dukungan. Pusat komunitas yang dikelolanya di Dimbaza, Eastern Cape, sangat kekurangan dana dan tidak mampu memenuhi permintaan.

Hampir tiga dekade sejak berakhirnya apartheid, hukum Afrika Selatan telah berkembang pesat dalam menangani kebijakan diskriminatif pada masa lalu. Tetapi, dalam hal melindungi hak-hak lansia, banyak yang masih menghadapi kemiskinan, kesepian, dan isolasi.

Ini adalah warisan dari menghabiskan setidaknya setengah hidup mereka di bawah pemerintahan yang kebijakan segregasi rasialnya membuat banyak orang terlantar dan menolak mayoritas orang kulit hitam Afrika, kulit berwarna, dan India/Asia untuk mendapatkan standar pendidikan yang baik, pekerjaan yang layak, dan kemampuan untuk menabung saat berusia lanjut. Dampak kumulatif dari diskriminasi rasial itu masih mempengaruhi kalangan lansia saat ini.

Pembuat kebijakan punya kesempatan untuk mengubah perawatan bagi para lansia pada tahun-tahun mendatang, menciptakan masa depan yang lebih baik dan memastikan bahwa setiap orang di Afrika Selatan menerima perawatan dan dukungan yang menjadi hak mereka.

Langkah pertama yang pemerintah harus ambil adalah menghadapi kenyataan di lapangan. Perhatikan kisah Rose Nduneni ini.

Rose (70 tahun) tinggal bersama seorang cucu laki-lakinya yang berusia 18 tahun yang berada di kampus sepanjang hari. "Saya harus tinggal bersama anjing-anjing," katanya. "Kesepian itu membunuh kami."

Rose telah mencoba bergabung dengan pusat komunitas untuk lansia di Dimbaza sejak 2021. Tetapi dana pemerintah yang tidak mencukupi, sehingga pusat komunitas tersebut harus menolaknya. Dia bercerita, bahwa staf mengatakan kepadanya bahwa mereka "tidak mampu membiayai anggota baru."

Mereka yang menderita kesepian berisiko mengalami depresi, penurunan kognitif, dan demensia. Mereka tidak bisa tidur nyenyak dan meninggal dunia lebih cepat.

Hubungan sosial dan rasa memiliki sangat penting dalam setiap tahap kehidupan, terutama pada usia lanjut. Layanan perawatan dan dukungan berbasis komunitas dan rumah dapat membantu mengurangi rasa kesepian, membangun rasa saling memiliki, dan memungkinkan para lansia untuk berpartisipasi dan hidup bermartabat di komunitas mereka.

Hanya sedikit lansia di Afrika Selatan yang memiliki akses ke layanan semacam itu. Mereka yang memiliki akses sering terbatas pada klub makan siang atau kegiatan olahraga atau rekreasi. Lebih sedikit lagi yang mendapatkan dukungan untuk hidup bermartabat di rumah mereka sendiri. Nosiphiwo Tetana, manajer pusat layanan Dimbaza Society for the Aged untuk lansia, mengatakan kepada kami bahwa, " Kalangan lanjut usia benar-benar dibiarkan sendirian."

Pada 1960-an, pemerintah secara paksa memindahkan Marhafungana Silwanyana (75) dari Desa Duncan ke Mdantsane, tempat ia bekerja selama 40 tahun di pelabuhan London Timur sebelum akhirnya pensiun tanpa pesangon. Dengan nyeri dada dan asma dan tanpa layanan berbasis rumah terdekat, ia duduk di rumah sepanjang hari. "Hari-hari terasa panjang dan membosankan," katanya. "Saya tidak menyangka hidup saya akan jadi begini."

Peningkatan isolasi juga membahayakan keselamatan fisik lansia. Seorang pekerja sosial pemerintah memberi tahu kami bahwa lansia terpapar berbagai bahaya, seperti kekerasan berbasis gender, pemerkosaan, dan pembunuhan, ketika mereka terisolasi dan tidak mendapatkan perawatan dan dukungan di rumah.

Undang-Undang Orang Lanjut Usia Afrika Selatan, yang mulai berlaku pada tahun 2010, bertujuan untuk memerangi pelecehan terhadap lansia, dan menegakkan hak mereka untuk berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat. Tetapi ada kesenjangan antara hukum dan praktiknya.

Target pemerintah saat ini didasarkan pada anggaran yang tersedia, bukan pada kebutuhan sebenarnya. Ada kesenjangan dalam rencana provinsi untuk meningkatkan akses ke layanan dan kurangnya koordinasi antara departemen pemerintah dan organisasi nirlaba yang dikontrak untuk memberikan layanan berjuang dengan dana pemerintah yang tidak mencukupi, dan pembatasan yang diberlakukan pemerintah pada layanan apa yang dapat mereka berikan.

"Mereka ingin kami mengikuti format, cara standar, tidak disesuaikan," kata Tetana, manajer pusat layanan. "Pendanaan ini tak pernah memenuhi kebutuhan pusat layanan ini."

Kurangnya imajinasi kebijakan — yaitu, ketidakmampuan untuk melihat lebih jauh dari sistem yang ada saat ini — juga turut berkontribusi pada masalah ini, terutama karena para pembuat kebijakan masih terlalu bergantung pada dukungan keluarga untuk sebagian besar lansia Tidak semua orang memiliki keluarga yang mau dan mampu memberikan dukungan. Hal ini dapat menghambat pengembangan layanan perawatan dan dukungan berbasis komunitas dan rumah yang dapat diakses oleh semua orang.

Ini bukan hanya masalah alokasi sumber daya. Ini adalah keharusan moral mendasar yang berakar pada gagasan tentang ubuntu, martabat, kepemilikan, dan hak asasi manusia, yang tidak berkurang besarnya atau pentingnya seiring dengan bertambahnya usia.

Pemerintah, bekerja sama dengan masyarakat sipil dan para lansia itu sendiri, seharusnya membangun sistem yang memprioritaskan keterhubungan sosial dan martabat pada usia lanjut.

Titik awal yang baik bagi pemerintah adalah menghitung jumlah lansia yang membutuhkan layanan perawatan dan dukungan berbasis komunitas dan rumah. Para pengambil keputusan juga seharusnya mengalokasikan dana yang cukup bagi para penyedia layanan agar mereka dapat secara efektif memberikan apa yang diinginkan dan dibutuhkan kalangan lansia.

Kemudian, dan hanya dengan begitu, orang-orang seperti Rose dan Marhafungana dapat menemukan rasa memiliki yang mereka dambakan, dan martabat yang merupakan hak mereka.

Your tax deductible gift can help stop human rights violations and save lives around the world.

Region / Country